Seperti hewan air lainnya reproduksi kepiting terjadi di luar tubuh, hanya saja sebagian kepiting meletakkan telur-telurnya pada tubuh sang betina. Kepiting betina biasanya segera melepaskan telur sesaat setelah kawin, tetapi sang betina memiliki kemampuan untuk menyimpan sperma sang jantan hingga beberapa bulan lamanya. Telur yang akan dibuahi selanjutnya dimasukkan pada tempat (bagian tubuh) penyimpanan sperma.
Setelah telur dibuahi telur-telur ini akan ditempatkan pada bagian bawah perut (abdomen). Jumlah telur yang dibawa tergantung pada ukuran kepiting. Beberapa spesies dapat membawa puluhan hingga ribuan telur ketika terjadi pemijahan. Telur ini akan menetas setelah beberapa hari kemudian menjadi larva (individu baru) yang dikenal dengan “zoea”. Ketika melepaskan zoea ke perairan, sang induk menggerak-gerakkan perutnya untuk membantu zoea agar dapat dengan mudah lepas dari abdomen. Larva kepiting selanjutnya hidup sebagai plankton dan melakukan moulting beberapa kali hingga mencapai ukuran tertentu agar dapat tinggal di dasar perairan sebagai hewan dasar (Prianto, 2007). Daur hidup kepiting dapat dilihat pada gambar berikut.
Daur Hidup Kepiting |
Daur hidup kepiting meliputi telur, larva (zoea dan megalopa), post larva atau juvenil, anakan dan dewasa . Perkembangan embrio dalam telur mengalami 9 fase (Juwana, 2004). Larva yang baru ditetaskan (tahap zoea) bentuknya lebih mirip udang dari pada kepiting. Di kepala terdapat semacam tanduk yang memanjang, matanya besar dan di ujung kaki-kakinya terdapat rambut-rambut. Tahap zoae ini juga terdiri dari 4 tingkat untuk kemudian berubah ke tahap megalopa dengan bentuk yang lain lagi (Gambar 6 dan 7). Larva kepiting berenang dan terbawa arus serta hidup sebagai plankton (Nontji, 2002). Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa larva kepiting hanya mengkonsumsi fitoplankton beberapa saat setelah menetas dan segera setelah itu lebih cenderung memilih zooplankton sebagai makanannya (Umar, 2002). Keberadaan larva kepiting di perairan dapat menentukan kualitas perairan tersebut, karena larva kepiting sangat sensitif terhadap perubahan kualitas perairan (Sara, dkk., 2006).
Skema Bagian - Bagian Tubuh Larva Kepiting (zoea dan megalopa) |
Perkembangan Larva Kepiting |
Siklus Hidup Rajungan dan Scylla sp |
Sumber :
- Juwana, S. 2004. Penelitian Budi Daya Rajungan dan Kepiting: Pengalaman Laboratorium dan lapangan, Prosiding Simposium Interaksi Daratan dan Lautan. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.
- Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.
- Sara, L. dkk. 2006. Abundance and Distribution Patterns of Scylla spp. Larvae in the Lawele Bay, Southeast Sulawesi, Indonesia, Asian Fisheries Science, (Online), Vol. 19; 331-347, (www.asianfisheriessociety.org, diakses 1 Mei 2008).
- Prianto, E. 2007. Peran Kepiting Sebagai Spesies Kunci (Keystone Spesies) pada Ekosistem Mangrove. Prosiding Forum Perairan Umum Indonesia IV. Balai Riset Perikanan Perairan Umum. Banyuasin.
- Umar, N.A. 2002. Hubungan antara Kelimpahan Fitoplankton dan Zooplankton (Kopepoda) dengan Larva Kepiting di Perairan Teluk Siddo Kabupaten Barru Sulawesi Selatan, (Online), IPB.
Semoga Bermanfaat...
No comments:
Post a Comment